A. Pengertian
Globalisasi
Globalisasi bersasal dari kata globel, yang merupakan suatu proses suatu
tatanan, aturan dan sistem tertentu yang berlaku bagi bangsa-bangsa lain di
dunia. Sementara itu, ada pula yang mengartikan globalisasi merupakan suatu
proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas.
Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada
suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa
di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)
Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan
Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september 2005). Sebagai
proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar
bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin
dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan
komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini,
perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai
bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu
globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara
termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif
dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti
kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan
mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
B. Proses Globalisasi
Globalisasi yang hakikatnya membawa kita ke ruang lingkup atau tatanan
kehidupan yang mengglobal dan dapat diibaratkan seperti udara yang bergerak
cepat dan kesegala penjuru arah. Ia bergerak dari satu ruang ke ruang lain dan
meluas. Tidak terbatas. Proses Globalisasi berlangsung dimulai dengan
ditemukannya alat komunikasi dan transportasi modern seperti telepon, radio,
telegrap, televisi, serta mobil di akhir abad 19. Dengan kemajuan teknologi dan
informasi tersebut, orang mudah menyampaikan informasi dan berkembangannya dari
tempat yang satu ke tenmpat yang lainnya.
Dari paparan di atas, maka jelas apa yang dilakukan oleh suatu Negara dapat
dengan mudahnya diakses oleh Negara lain di seluruh dunia. Perkembangan sarana
dan prasarana ini ditopang pula dengan adanya pesawat terbang sebagai sarana
transportasi, serta satelit sebagai alat komunikasi dan internet untuk
mengakses peristiwa atau kejadian yang terjadi di seluruh dunia yang
mengakibatkan proses globalisasi begitu cepat. Maka akan terjadi kontak secara
langsung antar negara-negara. Kotak langsung tersebut mengakibatkan nilai-nilai
sosial budaya dari suatu bangsa akan terbawa dan saling mempengaruhi satu sama
lain. Proses ini dapat dinamakan proses globalisasi.
Sejalan dengan penemuan-penemuan bidang komunikasi dan transformasi oleh
Negara-negara Eropa dan Amerika sebagai sumber dan arah jalannya globalisasi,
seakan-akan semua dikendalikan oleh mereka. Negara-negara itulah yang paling
berpengaruh di kancah kehidupan dunia.
Kebijakan dalam memenangkan globalisasi menurut saya :
1. banyak yang harus di rubah dalam sistem memonitor perkembangan keuangan di indonesia
2. mengkaji ulang secara berkesinambungan dalam mengontrol arus dan dampak dari globalisasi itu sendiri
3.memprioritaskan investasi yang para investornya berasal dari negara sendiri untuk lebih di utamakan
4.mengikuti kuat / lemahnya mata uang kita terhadap mata uang asing
5.membuka kemitraan usaha yang dalam usahanya memberi pinjaman terhadap modal swasta yang ingin ikut andil dalam arus globalisasi tapi memiliki sedikit modal
6.mengawasi jalannya sistem tata politik & hukum agar tidak mudah di buat terombang ambing oleh peraturan - peraturan yang membuat sulit para pemilik usaha , dll sekaligus pekerjanya
7. memberi banyak pelatihan terhadap sumber daya manusianya itu sendiri untuk menghadapi globalisasi
8.selalu mengusung / menggunakan & memanfaatkan teknologi yang seerba canggih pada saat ini .
sumber :
Jumat, 19 April 2013
HAM & EKSISTENSI
A. Hak azasi manusia adalah hak-hak dasar yang
dimiliki pribadi secara kodrat sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak azasi
itu meliputi antara lain hak hidup, hak kemerdekaan (kebebasan), hak persamaan
serta hak memiliki sesuatu.
Hak azasi itu kemudian berkembang menurut tingkat kemajuan
kebudayaan sebagai berikut.
Hak azasi pribadi, yang meliputi kebebasan menyatakan
pendapat, memeluk agama dan kebebasan bergerak.
Hak azasi ekonomi yaitu hak memiliki sesuatu, membeli, dan
menjualnya serta memanfaatkannya.
Hak azasi mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan.
Hak azasi politik yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilu), hak mendirikan
partai politik.
Hak azasi sosial dan kebudayaan, misalnya hak untuk memilih
pendidikan, mengembangkan kebudayaan.
Hak azasi untuk mendapat perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan, misalnya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan dan
peradilan.
Setiap manusia sesuai dengan kodratnya menghargai dan
menghormati, serta mengindahkan hak azasi orang lain, karena hak azasi
merupakan anugerah Tuhan. Oleh karena itu, hak azasi tidak dapat dipisahkan
dari pribadi masing-masing dan negara berkewajiban melindunginya.
HAM di Indonesia
Hubungan Pembukaan, Batang Tubuh UUD 1945 dan UU No. 39/1999
adalah sangat relevan, karena pembukaan memuat pengakuan terhadap hak-hak azasi
manusia secara global (pokok) sedangkan Batang Tubuh UUD 1945 merupakan
penjabaran dari pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam UUD 1945 tentang HAM
sedang UU No. 39/1999 merupakan penjabaran lebih rinci tentang pelaksanaan HAM
di Indonesia.
Saya percaya kepada Anda tentunya sebagai warga negara yang
baik pasti akan melaksanakan/mengamalkan makna yang terkandung dalam pembukaan
dan Batang Tubuh UUD 1945 serta UU No. 39/1999 baik dalam kehidupan
sehari-hari, bermasyarakat ataupun bernegara.
Cara melaksanakan HAM yang baik dan benar adalah:
Perilaku sehari, bermasyarakat dan bernegara harus sesuai
dengan norma-norma yang berlaku.
Mengakui persamaan derajat.
Konsekuen dalam tindakan dan perbuatan.
Tidak saling mengganggu
Menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan
sumber :
B. Eksistensi HAM dalam Sistem Hukum di Indonesia
Membahas mengenai sistem hukum Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari sistem hukum yang berlaku di dunia. Terdapat beberapa sistem
hukum di dunia yang mempengaruhi sistem hukum Indonesia, diantaranya civil
law system, Common Law Sistem dan Religion Law Sistem atau
Sistem Hukum Islam. Terlepas dari sistem hukum yang dianut dalam negara
Indonesa, hal yang terpenting dalam pengaturan HAM di Indonesia adalah kemauan
politik pemerintah.
Konsep HAM yang pada hakikatnya juga konsep tertib dunia
akan menjadi cepat dicapai kalau diawali dari tertib politik dalam setiap
negara. Artinya kemauan politik pemerintah, antara lain berisi tekad dan
kemauan untuk menegakkan HAM dapat menjadi masalah. Ketika hal ini menjadi
bagian dari kemauan pemerintah internal, benturan dalam masyarakat bisa saja
terjadi, khususnya antara suprastruktur dan infrastruktur. Konflik terjadi
sebagai akibat adanya perbedaan titik tekan prioritas. Kalau prioritas
ditekankan kepada stabilitas dengan alasan memperkuat lebih dahulu basis
ekonomi, pemberian HAM dapat dinomor duakan. Sistem politik sentralistik yang
menerapkan sistem ini. Sebaliknya, sistem politik demokrasi dapat memberikan
kebebasan dan menjamin Hak Asasi. Ketentraman dan kepuasan batin warga menjadi
prioritas utama. Aturan hukum yang diciptakan cukup akomodatif
Untuk mengamati kedudukan HAM dalam sistem hukum di
Indonesia diperlukan analisa terhadap unsur dalam sistem hukum itu sendiri.
Menurut Lawrence Meir Friedman (1975,1998) terdapat tiga unsur dalam sistem
hukum, yakni Struktur (Structure), substansi (Substance) dan Kultur Hukum (Legal
Culture. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui eksistensi HAM dalam
sistem hukum Indonesia selain pada tataran konsep juga dalam tataran praktek.
Substansi Hukum (Legal Substance)
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang
yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan,
aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living
law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books).
Idealnya tatanan hukum nasional mengarah pada
penciptaan sebuah tatanan hukum nasional yang bisa menjamin penyelenggaraan
negara dan relasi antara warga negara, pemerintah dan dunia internasional
secara baik. Tujuan politik hukum yaitu menciptakan sebuah sistem hukum
nasional yang rasional, transparan, demokratis, otonom dan responsif terhadap
perkembangan aspirasi dan ekspektasi masyarakat, bukan sebuah sistem hukum yang
bersifat menindas, ortodoks dan reduksionistik
Substansi hukum berkaitan dengan proses pembuatan suatu
produk hukum yang dilakukan oleh pembuat undang-undang. Nilai-nilai yang
berpotensi menimbulkan gejala hukum dimasyarakat dirumuskan dalam suatu
peraturan perundang-undangan. Sedangkan pembuatan suatu produk perundang-undangan
dipengaruhi oleh suasana politik dalam suatu negara.
Dalam kaitannya dengan HAM, negara Indonesia merupakan salah
satu negara di dunia yang menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Hal tersebut
dapat ditelusuri dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang terdiri
atas lima sila, ditambah dengan Pembukaan UUD 1945 dalam alinea pertama yang
menyatakan: Kemerdekaan ialah hak segala bangsa serta penjajahan harus
dihapuskan. Serta dalam alinea kedua yang menyatakan: Kemerdekaan negara
menghantarkan rakyat merdeka, bersatu, adil dan makmur.
Pemasukan unsur-unsur HAM dalam peraturan perundang-undangan
telah disadari oleh para pendiri negara Indonesia sebagai sesuatu yang wajib
ada dalam negara yang berasaskan demokrasi. Dalam tataran makro, HAM telah digariskan
dalam Pembukaan UUD 1945. Kemudian diformalkan dalam bentuk peraturan
perundang-udangan oleh lembaga politik/DPR dan dioperasionalkan/dilaksanakan
oleh pejabat/aparat negara dalam bentuk peraturan pemerintah/peraturan lainnya
sebagai pegangan para pejabat.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, konsep HAM yang berlaku
secara universal melalui hukum Internasional membebankan kepada Indonesia
sebagai salah satu anggota PBB untuk meratifikasi kedalam peraturan
perundang-undangan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Salah satu contoh adalah Konvenan Internasional Hak-Hak Sipol (International
Covenan on Civil and Political Rights) yang dalam makalah ini disingkat ICCPR.
ICCPR dapat diklasifikasikan dalam dua bagian yakni:
Non Derogable
Non Derogable adalah Hak-hak yang bersifat absolut yang
tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara-negara pihak, walaupun dalam
keadaan darurat sekalipun. Hak yang termasuk jenis ini, yakni: Hak atas hidup,
hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari perbudakan, hak bebas dari penahanan
karena gagal dari memenuhi perjanjian (seperti: hak bebas dari pemidanaan yang
berlaku surut, hak sebagai subyek hukum, hak atas kebebasan berfikir, keyakinan
dan agama). Pelanggaran terhadap hak jenis ini akan mendapatkan kecaman sebagai
pelanggaran serius HAM (Gross Violation of Human Rights).
Derogable
Derogable adalah hak-hak yang boleh dikurangi atau
dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Termasuk dalam jenis hak ini
yakni: hak atas kebebasan berkumpul secara damai, hak atas kebebasan berserikat
termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh, hak atas kebebasan
menyatakan pendapat atau berekspresi termasuk kebebasan mencari, menerima dan
memberikan informasi dan segala macam gagasan (lisan-tulisan). Negara-negara
pihak diperbolehkan mengurangi atas kewajiban dalam memebuhi hak-hak tersebut.
Akan tetapi pengurangan hanya dapat dilakukan apabila sebanding dengan ancaman
yang dihadapi dan tidak diskriminatif, yaitu demi menjaga keamanan nasional,
ketertiban umum, menghormati hak atau kebebasan orang lain.
Di Indonesia, selain UUD 1945, keberadaan hak-hak sipil yang
sesuai dengan Konvenan Sipil dan politik termuat dalam banyak peraturan
perundang-undangan. Meskipun demikian secara material, peraturan
perundang-undangan tersebut dapat dibedakan atas:
Peraturan perundang-undangan yang khusus mengenai hukum HAM,
seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Peraturan perundang-undangan lainya yang didalamnya memuat
ketentuan yang berkaitan dengan HAM, baik secara eksplisit (tersurat) maupun
implisit (tersirat).
Masih terdapatnya peraturan perundang-undangan diluar
peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai HAM yang
bertentangan dengan HAM. Sehingga perlu melakukan inventarisasi, mengevaluasi
dan mengkaji seluruh produk hukum, KUHP dan KUHAP, yang berlaku yang tidak
sesuai dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal dalam berbagai Undang-Undang yang
tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan HAM. Termasuk beberapa Undang-Undang
yang dihasilkan dalam era reformasi. Hal ini sebagai konsekuensi dari karakter
rejim sebelumnya yang memang anti HAM, sehingga dengan sendirinya produk
perundang-undangan kurang atau sama sekali tidak mempertimbangan masalah HAM.
Dalam konteks ini, maka agenda tersebut sejalan dan dapat disatukan dengan
agenda reformasi hukum nasional dan ratifikasi konvensi/kovenan, internasional
tentang HAM yang paling mendasar seperti kovenan sipil-politik dan kovenan hak
ekonomi, sosial dan budaya berikut peraturan pelaksanaanya.
Struktur Hukum (Legal Structure)
Struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap
bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan secara keseluruhan.
Struktur hukum merupakan institusionalisasi kedalam
beradaan hukum. Struktur hukum disini meliputi lembaga negara penegak hukum
seperti Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Advokat dan lembaga penegak hukum
yang secara khusus diatur oleh undang-undang seperti KPK. Kewenangan lembaga
penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain.
Termasuk dalam struktur hukum yakni hirarki peradilan umum
di Indonesia dan unsur struktur yang meliputi jumlah dan jenis pengadilan,
yurisdiksinya, jumlah hakim agung dan hakim lainnya.
Dalam tataran hukum normatif, dengan amandemen, UUD 1945
sebenarnya sudah dapat dijadikan sebagai dasar untuk memperkokoh upaya-upaya
peningkatan perlindungan HAM. Tetapi dengan adanya undang-undang tentang HAM
dan peradilan HAM, secara institusional maupun hukum materil (hukum positif),
menjadikan perangkat organik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan
HAM atau sebaliknya penegakan supremasi hukum dalam rangka perlindungan HAM
menjadi kuat.
Adanya Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan peradilan HAM
patut dicatat sebagai perangkat kelembagaan dasar peningkatan upaya
penghormatan dan perlindungan HAM dengan peningkatan kelembagaan yang dapat
dikaitkan langsung dengan upaya penegakan hukum. Pada tataran implementasi,
memang masih banyak kelemahan dari kedua lembaga tersebut, akan tetapi dengan
adannya Komnas HAM dan peradilan HAM dengan sendirinya upaya-upaya peningkatan
penghormatan dan perlindungan HAM ini memiliki dua pijakan penting, yaitu
pijakan normatif berupa konstitusi dengan UU organiknya serta Komnas HAM dan
peradilan HAM yang memungkinkan berbagai pelanggaran HAM dapat diproses sampai
di pengadilan.
Perlindungan HAM dapat diletakkan dalam kerangka supremasi
hukum karena telah memperoleh pijakan legal, konstitusional dan institusional
dengan dibentuknya kelembagaan yang berkaitan dengan HAM dan hukum.
Pengembangan kapasitas kelembagaan pada instansi-instansi peradilan dan
instansi lainnya yang terkait dengan penegakan supremasi hukum dan perlindungan
HAM.
Prioritas utama dalam penegakan hukum HAM yakni dengan
meningkatkan kapasitas hakim, jaksa, polisi, panitera dan unsur-unsur
pendukungnya dalam memahami dan menangani perkara-perkara hukum yang berkaitan
dengan HAM. Termasuk didalamnya mengenai administrasi dan pelaksanaan
penanganan perkara-perkara hukum mengenai pelanggaran HAM.
Permasalah HAM baru masuk secara resmi dalam sistem
peradilan kita semenjak bergulirnya reformasi. Sehingga dapat dilihat masih
banyak, aparat penegak hukum kita yang tidak memahami persoalan HAM. Terlebih
lagi untuk menangani perkara hukum di peradilan yang pembuktiannya amat pelik
dan harus memenuhi standar Komisi HAM PBB. Oleh sebab itu institutional
capacity building di instansi-instansi Negara yang terkait dengan masalah
HAM ini menjadi amat penting dan mendesak.
Kultur Hukum (Legal Culture)
Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman (2001:8) adalah
sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran,
serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan.
Dalam konteks HAM, peran serat masyarakat sangatlah penting.
Dilihat dari sejarah, adat kebiasaan, hukum, tata pergaulan dan pola bangsa
Indonesia pada umumnya terdapat indikasi yang cukup kuat bahwa bangsa Indonesia
telah memiliki dan mengenal ide yang berkaitan dengan HAM. Bukti empiris yaitu
adanya ungkapan-ungkapan yang sudah dikenal sejak nenek moyang, seperti istilah rembug
desa, adat pusako jo koto, mufakat, gotong royong, tut wuri handayani, kabukit
samo mendaki ka lurah samo menurun, musyawarah, dan lain-lain.
Proses perkembangan masyarakat Indonesia telah mempertemukan
asas hukum adat dengan sistem hukum bangsa/budaya asing secara terus menerus,
sehingga terjadi interaksi dan saling mengisi, mengakibatkan adanya
perpaduan/perubahan/pergeseran. Istitusi hukum akan semakin kuat jika ideologi
politik demokrasi menyatu, dalam arti dilaksanakan dengan penuh disiplin dan
tanggung jawab, sehingga rasa keadilan dapat terwujud dalam masyarakat.
Diakuinya eksistensi HAM dalam sistem hukum di Indonesia
tidak terlepas dari pengaruh dan pergaulan Internasional. Terlepas dari
pelaksanaan penegakan hukum HAM oleh aparat negara, secara konsep HAM telah
tertuang dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan baik eksplisit
(tersurat) maupun implisit (tersirat) yang tujuan utamanya memberikan
perlindungan hukum terhadap warga negara terhadap tindakan kesewenangan yang
dilakukan penguasa maupun pihak mayoritas.
sumber :
http://cahwaras.wordpress.com/2010/05/19/eksistensi-ham-dalam-sistem-hukum-di-indonesia/
perdukunan dalam globalisasi
Perbincangan perdukunan kembali marak akhir-akhir ini
menyangkut rancangan KUHAP dan KUHP yang memasukkan perdukunan, santet, dan
zina dalam aturan baru tersebut. Kasus perdukunan dan santet memang tak bisa dilepaskan
dari masyarakat kita, karena hampir selalu terjadi kasus melibatkan praktik
perdukunan. Mengapa hal ini terus berlangsung? Berikut pembahasannya.
Banyak kasus perdukunan dipicu oleh kemiskinan, di samping
arus modernitas yang sedemikian cepat membuat orang-orang lupa diri. Moralitas
sudah sedemikian anjlok. Dukun menjadi alat pelarian sekaligus jalan
pintas untuk menjadi kaya mendadak. Entah dengan memelihara tuyul, butho
ijo, babi ngepet, dan lain sebagainya. Praktik semacam ini tetap termasuk kejahatan
sebab merugikan pihak lain sebagai korbannya.
Ingin kaya, hidup enak, dan tanpa bersusah-payah itulah
pemicu sebagian masyarakat kita yang terus percaya kepada klenik dan
perdukunan. Sepintas hal itu adalah sesuatu yang alamiah sebagai
manusia. Akan tetapi bila kita baca secara lebih cermat orang menggapai jalan
pintas dengan jalan ke dukun atau paranormal sebenarnyamenunjukkan
ketidakberdayaan masyarakat kita dalam menghadapi kerasnya hidup. Ketidaksiapan
dan ketidaksanggupan menjadi orang susah dan mentalitas yang lemah menjadikan
masyarakat kita begitu ringkih dan mudah terbuai dengan
mimpi-mimpimegalomania yang sering ditawarkan para dukun palsu atau para
pengganda uang“bohongan”. Akhirnya mereka sampai kepada kepasrahan yang tak
bernalar.
Kita mungkin bisa saja menyalahkan pemerintah negeri ini
yang selalu saja lupa dengan warganya yang hidup susah. Pemerintah lebih sibuk
mengurusi bank-bank yang nyata-nyata sudah bangkrut, lebih suka bergaul dengan
IMF, membiarkan para kuroptur lenggang kangkung jalan-jalan ke luar negeri, dan
berbagai subsidi yang selalu salah sasaran.
Pembangunan yang tidak menyentuh sampai akarnya hanya
menghasilkan kepiluan bagi rakyat kecil. Pembangunan hanya dapat diakses bagi
mereka orang-orang berduit dan kaya raya. Bagi rakyat kecil nanti dulu. Mereka
terus bergelut dengan pengusiran, penggusuran, dan akses ekomomi dan pekerjaan
yang sempit.
Sekarang suap ada dimana-mana, ingin menjadi Pegawai Negeri
Sipil (PNS) atau anggota Polri misalnya kita sudah dimintai upeti puluhan
juta rupiah. Lalu dari mana uang sebesar itu dalam benak rakyat kecil. Akhirnya
hanya merekalah orang-orang berduit dan kaya yang punya akses kesitu. Akibatnya
yang kaya semakin kaya yang miskin harus puas tetap miskin. Kemiskinan
strukural semacam inilah penyakit yang terjadi di negeri ini. Lemahnya
akses-akses pada sektor-sektor ekonomi dan pasar kerja menjadikan rakyat miskin
mencari pelepasan yang keliru seperti menjadi pengedar narkoba, pencuri,
penjambret, preman, penipuan, perdukunan, dan terjerumus pada pelacuran.
Menyakitkannya lagi wajah-wajah mereka tak henti-hentinya
diekspose habis-habisan oleh media massa elektronik televisi dalam acara-acara
kriminal. Wajah yang babak-belur dan aksi-aksi kekerasan yang dilakukan aparat
menjadi tontonan menarik nanekslusif untuk memenuhi dahaga komoditas. Sementara
para koruptor kelas kakap negeri ini tetap nyaman dapat bernafas lega, masih
bisa tersenyum dan tertawa-tawa. Padahal para pemirsa tahu para koruptorlah
yang harus diekspose besar-besaran bukan justru pencuri sepeda yang ketangkap
basah dan babak-belur dihakimi massa.
Rasa putus asa dan tak tahu ke mana harus mengadu membuat
masyarakat bawah menjadi lahan empuk berbagai penipuan berkedok dukun. Para
dukun itu mengiming-imingi dapat mewujudkan apa saja keinginan yang
diminta, tentu dengan mematuhi berbagai persyaratan. Secara nalar persyaratan
itu tentu sangat aneh dan tak masuk akal seperti menyiapkan kembang
setaman, ayam jago, bersemedi semalam suntuk pada sebuah sungai dan
ritual-ritual lain yang membuat nyali kita ciut.
Dibalik euphoria globalisasi akhir-akhir ini dan
riak gelombang generasi serba canggih yang hampir menyelimuti seluruh penjuru
dunia. Nyatanya alam-alam irasional yang sulit dijangkau dengan akal sehat
tetap saja subur dan menjadi tempat-tempat pelarian. Lebih lanjutnya praktek
perdukunan saat ini telah bergerak kearah yang “menakutkan”. Bukan saja tempat
untuk berkeluh kesah tentang hidup, cara mudah mencari rezeki, perjodohan,
santet, dan cara mudah menduduki jabatan. Tapi telah bergerak kearah
pemutarbalikkan dimensi ketuhanan (religiusitas).
Keimanan seseorang kepada yang Esa menjadi sia-sia dan
seseorang telah mengalami degradasi moral yang demikian parah. Dalam hal ini
nalar sudah tidak berarti lagi. Semua jurusan hidup ini semuanya hanya mengarah
kepada nafsu rendah manusia, ingin kaya, hidup enak tanpa peduli dari mana
harta itu diperoleh.
Merampok, membunuh, mencuri, dan menipu tiap hari kita
saksikan di layar kaca televisi kita. Apakah perlu kita percaya kepada Nietzhe
yang tidak percaya lagi kepada agama dan mengatakan Tuhan telah mati. Tentu
tidak! Dari sinilah para pemimpin dan pemuka agama di negeri ini perlu
mengambil peran sebagai oase ditengah-tengah masyarakat yang sedang
sakit dan tak berdaya.
Masyarakat saat ini yang cenderung pragmatis dan segala
sesuatu bermuara pada kesenangan (pleasure), hidup enak dan kaya. Sayangnya
mereka tak mau hiduprekoso (kerja keras), tapi lebih banyak mengeluh dan
lari ke praktik perdukunan dan klenik yang tentu saja tak perlu bersusah payah.
Negara punya tanggungjawab secara moral untuk memperbaiki
watak bangsa ini yang semakin merosot dari segi moral. Pembukaan lapangan kerja
dan pengurangan pengangguran menjadi tanggungjawab pemerintah dalam
mensejahterakan warganya.
Singkatnya selama keinginan masyarakat untuk kaya mendadak
tanpa berpeluh keringat belum juga mati, maka praktek irasional kaya mendadak
akan tetap tumbuh subur di masyarakat.
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/03/30/marak-ke-dukun-inilah-jawabannya-541619.html
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/03/30/marak-ke-dukun-inilah-jawabannya-541619.html
Langganan:
Postingan (Atom)